Ingin aku membuat gerobak dorong. Dengan model yang ringan, dengan model yang praktis tetapi indah. Ada tempat kompor dan gas, ada tempat gelas piring, ada meja serambi gerobak, ada kursi panjang, ada kursi 2 kursi kecil, ada tempat pembakaran arang batok, ada tempat ember ada tempat rokok, ada tempat nasi dan lauk. Kan kudesain sendiri gerobakku dan kukerjakan sendiri. Dan aku akan mangkal di dikeramaian orang, berjualan makanan dan minuman juga kopi kesukaanmu.
Mula mungkin gerobakku hanya dipandang, kemudian siang terasa
panas kau butuh air. Satu satu kau minum es teh manis gerobakku. Mula kau
bertanya bolehkan berteduh di tenda gerobakku, lalu melihat makanan kecil ubi
goreng dan pisang rebus, dan ia merogoh kantung katanya berapa harga satuan.
Dia duduk tak hanya makan tetapi juga ngopi. Kemudian datang orang kedua,
ketiga, keemat dan seterusnya. Kulayani mereka sepenuh kursi panjang gerobakku.
Sehari malu, dua hari malas karena gerobak sepi, besok
kembali, kemudian hari-hari biasa dengan pengunjung yang rutin dan seketika.
Gerobak kecil menjadi nama, keudian dinamai, kemudian dikenal di kampung, yang
berda diujung jalan, yang banyak dikerumuni orang. Mula capai, pegal besok
gembira dan lusa terbiasa. Grobak hidup dan menghidupi.
Kini gerobak dorong yang menjual makanan dan minuman ringan
itu semakin hidup, hampir tiap malam ramai dikunjungi bapak-bapak yang
membutuhkan kopi sambil bercanda, atau mereka yang membutuhkan suasana
kerakyatan, bergaul dengan sopir atau buruh pabrik, pengamen atau buruh
bangunan yang melepas lelah di gerobak dorong itu. Aku senang menjadi laris.
Tetapi perjalanan masih panjang, aku berikan gerobak dorong berserta isinya
sekaligus pangkalan hidup itu pada saudaraku keponakanku yang masih nganggur
agar mereka bisa memaknai hidup , mempertahankan dan mengisi hidup yang keras
ini. Dan aku akan memulai lagi mengumpulkan barang-barang bekas kuperbaiki
memodivikasi dan kujajakan pada siapa saja.
Suatu ketika aku berjalan-jalan sekedar menengok gerobak
yang tlah kuberikan anak itu. Tampak gerobak itu dikerumuni pembeli, dengan
pedagangnya yang sibuk melayani. Semoga selamanya begitu.
Hari berganti gerobak mengisi hari-harinya yang berliku.
Hujan kadang tak menjadi teman yang mendatangkan rezeki. Kadang menjadi gelap
sepi dan dingin. Kutengok pedagang itu. Kali ini sengaja aku menyamar. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar